PERKEMBANGAN COFFEE SHOP
Pada awalnya, minum kopi sudah menjadi kebiasaan
masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala. Pasalnya, Indonesia
adalah salah satu penghasil biji kopi terbaik di dunia. Beberapa daerah
yang terkenal dengan produksi biji kopinya adalah Aceh, Lampung,
Medan, Jawa, Ternate, Sulawesi, dan Flores. Bahkan bagi masyarakat
Eropa zaman dahulu, sedapnya seduhan kopi yang mereka seruput
lebih akrab disebut java. Di Indonesia, usia penikmat kopi hampir tidak
pandang usia mulai dari remaja hingga orang dewasa bahkan manula,
sehingga tidak terhitung jumlahnya. Bagi mereka, kopi adalah konsumsi
harian dan merupakan bagian makanan dan minuman sehari-hari.3
Kata kafe (dalam arti kedai kopi) berasal dari bahasa Perancis,
Cafe, yang artinya juga kopi. Kafe yang semula selalu di pinggir jalan
dan sederhana, sekarang, masuk ke dalam gedung hotel berbintang atau
mal, dengan berbagai nama. Salah satunya adalah coffee shop yang
sekarang praktis menjual makanan berat juga, tapi juga melayani tamu
yang memesan minuman dan makanan kecil.4
Dari sebagian penjelasan di atas, penulis menyimpulkan
pengertian coffee shop adalah tempat yang menyediakan berbagai jenis
kopi dan minuman non alkohol lainnya dalam suasana santai, tempat
yang nyaman, dan dilengkapi dengan alunan musik, baik lewat pemutar atau pun live music, menyediakan televisi dan bacaan, desain interior
khas, pelayanan yang ramah, dan beberapa di antaranya menyediakan
koneksi internet nirkabel.
Menurut Sahro, manajer Marketing Coffe Bean & Tea Leaf, saat
ini ada pergeseran, mereka yang biasa ngopi di hotel berbintang beralih
ke coffee shop.
Hal ini dimungkinkan karena mereka ingin mencari
suasana baru yang tidak didapatkan di hotel. “Di coffee shop lebih bebas,
suasananya dibuat seperti di rumah sendiri,” kata Sahro.5 Seiring
maraknya tren minuman ala budaya barat, yaitu berbagai jenis soft drink
dan bir, maka kegemaran orang menikmati kopi sempat tersingkir,
terlebih di kalangan remaja. Namun sejak akhir era 1990-an, kopi mulai
kembali diminati. Hal ini ditandai dengan banyaknya coffee shop atau
kafe. Bahkan, konsep awal toko kopi yang hanya menjual kopi kini
mengalami perluasan makna. Coffee shop kini selain menjual kopi juga
menjual suasana. Maraknya kemunculan coffe shop saat ini tidak terlepas
dari pengaruh gaya hidup kota besar yang menyuguhkan banyak
kesenangan bagi para pencari hiburan dan menjadi tempat “nongkrong”
favorit bagi kalangan eksekutif muda di area perkantoran di Jakarta, dan
kini meluas di kalangan remaja. Fenomena pergi ke kafe ini yang
kemudian disebut sebagai bagian dari gaya hidup di kota besar.
Sebuah artikel dalam majalah remaja, Seventeen, menemukan
bahwa ngopi sedang menjadi tren remaja Indonesia saat ini, khususnya
di kota besar seperti Jakarta. “Dari angket yang kami adakan, 60%
pembaca Seventeen yang berusia 16 hingga 22 tahun senang ke mal dan
mongkrong di kafe. Ketika di kafe, kopi adalah hal utama yang mereka
cari,” kata Tenik Hartono, Pemimpin Redaksi majalah Seventeen
Indonesia kepada warta Kota. Menurut Tenik, selama ini para remaja
hanya sekedar memesan kopi karena sedang tren dan terdengar keren
seperti Cappuccino dan Latte, tanpa tahu arti sebenarnya.6 Marketing
Manajer PT Santos Jaya Abadi yang memproduksi Kopi Kapal Api
Sabrina Kharisanti mengatakan, tren komunitas kafe terus meningkat
terutama di kota-kota besar. Tren itu diakui sangat positif untuk
meningkatkan gairah minum kopi. Meski tren itu baru sebatas
“nongkrong” di kafe, pelan tapi pasti orang akan makin mengerti rasa
kopi dan bagaimana meraciknya.
Pengusaha pun semakin jeli melihat peluang. Starbucks,
misalnya, melakukan inovasi dalam berbagai hal untuk menarik
pengunjung. Fakta yang terekam di Jakarta tentang tren minum kopi di
mal dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan betapa Jakarta kian
berkembang dan menjadi bagian dari globalisasi. Sebetulnya, fenomena
ini tak berbeda dengan warung kopi yang ada dalam komunitas
masyarakat pinggiran sebab sudah lama masyarakat Indonesia suka
minum kopi, begadang, dan membahas banyak hal. Yang berubah
sesuai zaman adalah lokasi ngopi, desain tempat, dan kemasan kopi
yang diciptakan “wah” serta memikat kalangan menengah dan atas
metropolitan meski dijual dengan harga empat atau lima kali lipat dari
harga semula. Sebagai kota kosmopolit, Jakarta menjadi kota yang
menarik bagi investor asing. Konsekuensinya, fenomena global yang
bisa ditemukan di belahan dunia lain, dari Tokyo, Singapura, New York,
hingga Paris, juga dapat ditemukan di Jakarta dan kota-kota lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar